Logo

Kisah Aditia Sepriansah MC Kondang di Bengkulu, Pernah Dibayar Nasi Bungkus, Kini 10 Juta Sekali Manggung

ini BENGKULU – Menjadi MC (Master of Ceremony) disalah satu acara resmi maupun event-event, sebenarnya menguntungkan. Selain menambah pengalaman, kita juga dapat menambah circle pertemanan. Namun menjadi MC tidaklah mudah, harus memiliki jiwa berani berbicara didepan umum alias pede dan menguasai panggung.

Sama halnya dengan salah satu MC kondang Event di Bengkulu, Aditia Sepriansyah namanya. Adit yang tinggal di jalan Kampung Jawa Kelurahan Pintu Batu Kota Bengkulu ini mengatakan menjadi MC tidak pernah dibayangkan olehnya, karena passion yang dimiliki hanya berfokus pada Event Organizer (EO) saja.

Awalnya pada zaman kuliah ditahun 2002, Adit mulai mengisi acara-acara kecil di kampus. Memang saat itu, untuk pertama kalinya ia merasa gugup. Namun Dirinya tetap memberanikan diri menjadi MC, walaupun tanpa bayaran kala itu.

Pernah juga ia hanya dibayar dengan nasi kotak saja ataupun minuman, dalam acara yang dibawanya itu selama enam bulan awal MC. Namun itu tidak membuatnya mundur, ia terus mengisi job yang diberikan.

“Mulailah naik dari Rp150 ribu, ke Rp200, terus Rp500. Itu paling tinggi, saat kuliah. Bisa seminggu tiga sampai empat kali isi acara. Kadang di UMB, UNIB, STAIN,” kata Adit pada Bengkulunews.co.id Jum’at (12/08/22) siang.

Selain aktif di MC, ia juga pernah menjadi penyiar di beberapa radio swasta di Kota Bengkulu. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2006 Adit membangun sebuah perusahaan EO yang Bernama Blackstage People dan Satu Ide.

Namanya semakin terkenal pada saat mengisi event konser, pada saat itu MC yang seharusnya mengisi acara tidak hadir. Mau tidak mau, ia harus menggantikan peranan tersebut. Siapa sangka saat itu acara yang dibawakan sukses dan ia berhasil memecahkan suasana.

Hingga saat ini Adit masih bergelut menjadi MC dan juga EO, dengan bayaran tertinggi yakni Rp10 juta dalam satu Event. Walaupun begitu, ia juga banyak mengalami naik turun dalam perjalanan menjadi MC dan EO.

“Pada saat covid ke marin turun banget, kami tidak mengerjakan apapun. Cuman setahun hanya mengerjakan 3 event, itu juga dari Kementrian semua bukan lokal. Jadi tidak ada event-event apapun, selama 3 tahun,” sambungnya.

Walaupun demikian ia tetap semangat dan optimis dengan kondisi yang terjadi, berangsur-angsur kondisi sudah mulai membaik. Bisnis EOnya perlahan mulai berjalan, sedangkan untuk menjadi MC ia hanya menjadikan hobi saja.

“Jadi sekarang MC sudah sekedar hobi, bukan pekerjaan. Ketika temen bilang, dit isi acara ini ya, barulah adit isi,” tutur Adit.

Menurutnya menjadi MC itu, harus bisa merasakan atau kemampuan berbicara di semua orang. Selain itu di Bengkulu sendiri, untuk MC Event sangatlah kurang sedangkan MC acara Resmi banyak. Karena tidak beraninya mereka, dalam memahami suasana atau kondisi pendengar yang beragam.

“Jadi MC di acara resmi mereka bisa, tapi saat event-event besar mereka tidak berani. Karena, yang dihadapi bukan audience yang stastis. Kalau dikonser itukan, ada audience yang rebut, teriak ini itu, nah bagaimana caranya kita. Bisa membawa perasaannya, si audience,” tegasnya.

Adit juga memberikan saran untuk MC yang beru terjun, yakni agar lebih banyak membaca ataupun literasi serta menggunkan Bahasa Indoensia yang baik dan benar. Selain itu biasanya sebelum H-1 acara, Ia akan datang untuk melihat situasi panggung dan memperhitungkan berapa banyak audience. Tidak lupa membaca rundown acara agar tidak keliru.

“Terus kita inikan karena logat kita berbeda, jadi kalau Bahasa Indonesia ini agak susah. Jika ingin jadi mc, kita harus lancar dulu Bahasa indonensia. Terus banyak belajar sebelum event,” demikian Adit.