Logo

Jurnalis Bengkulu Kecam Tim Gugus Tutupi Data Pejabat Positif Covid-19

Bengkulu – Sejumlah wartawan menyesalkan Tim Gugus Tugas Penangan Covid-19 Provinsi Bengkulu menutupi data kasus Positif Covid-19. Pasalnya, menyangkut keselamatan orang banyak.

Hal itu menyusul beredarnya kabar di kalangan wartawan dari 23 kasus positif covid-19 yang dimumukan, Sabtu kemarin (9/5/20), diantaranya merupakan kalangan pejabat yang sering berinteraksi dengan wartawan.

Dikutip dari bengkulutoday.com, Dedi, salah satu wartawan media online di Bengkulu menyesalkan sikap Gugus Tugas yang terkesan menutupi data positif corona. Apalagi, yang positif covid-19 merupakan pejabat publik.

Seharusnya, kata dia, data kasus positif covid-19 dibuka agar masyarakat yang berinteraksi dengan kalangan pejabat iniĀ  dapat mengambil tindakan. Karena menyangkut keselamatan orang banyak.

Dia mencontohkan Menteri Perhubungan Budi Karya ketika positif corona. Menteri Sekretaris Negara mengakui dan mengumumkannya ke publik. Begitu juga dengan kasus positif corona yang menimpa beberapa kepala daerah.

“Apalagi kami sebagai wartawan yang berinteraksi langsung dengan pejabat tersebut, jika mereka positif, kami tuntut untuk mengakuinya dan menyampaikan ke publik, jangan ditutupi,” tegas Dedi.

Dedi dengan tegas meminta data pejabat positif corona dibuka ke publik. Hal itu untuk menghindari penyebaran virus.

Jika tidak dibuka ke publik, kata dia, maka dikhawatirkan corona akan semakin menyebar luas.

“Kami meminta data pejabat Setidaknya, meskipun sudah terlambat, para wartawan dan masyarakat lain yang sempat kontak akan melakukan tindakan sesuai protokol Covid-19,” kata Dedi, wartawan Bencolentimes.com, Minggu (10/5/20).

Dedi menambahkan, sebaiknya Gugus Tugas membuka data positif corona, diantaranya terkait profesi dan riwayat tugas.

“Jabatannya apa, tugas dimana dan kontak dengan siapa kok bisa terpapar corona. Ini penting untuk pencegahan,” jelas Dedi.

Meskipun soal data positif masih menjadi perdebatan untuk dibuka ke publik, untuk kasus di Bengkulu, Dedi meminta data tersebut dibuka. Terutama para pejabat publik yang terpapar corona.

Alasannya, beberapa pejabat nasional dan juga kepala daerah sudah memberikan contoh dengan membuka data dirinya ke publik ketika sudah terpapar corona.

Senada dengan Dedi, wartawati Radar Seluma, Kena, juga tegas meminta Gugus Tugas membuka data pejabat positif corona.Dia mengatakan, ini mengingat kebaikan bersama untuk pencegahan,

“Pikirkan nasib kami para wartawan,” tegas Kena.

Wartawan Cemas
Setelah mendapat kabar tersebut sejumlah wartawan yang sering berinteraksi mengaku cemas.

“Kami cemas, seharusnya ini disampaikan dengan benar demi keselamatan orang banyak, terlebih kami yang bertugas dilapangan ini, sering berinteraksi langsung dengan mereka, kami ini punya keluarga,” kata salah satu wartawati.

Padahal, lanjut dia, salah satu pejabat utama Polda Bengkulu sudah mengakui bahwa dirinya positif corona. Namun Tim Gugus Tugas tidak menyampaikannya.

Menurutnya, simpang siur informasi ini bisa membahayakan keselamatan wartawan dan banyak orang. Seharusnya, kata dia, Tim Gugus Tugas transparan soal data.

“Sehingga kami bisa melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19,” imbuhnya.

Dikutip dari RMOLBengkulu, berdasarkan penulusuran wartawan media tersebut, salah satu pihak kepolisian yang terkonfirmasi positif tersebut berjiwa besar.

Bahkan mengaku bahwa dirinya telah diambil sampel swab dan hasilnya dinyatakan positif.

“Lewat Swab, semuanya kan lewat gugus tugas,” katanya yang identitasnya dirahasiakan.

Puluhan Wartawan Ajukan Tes Swab.
Sejumlah wartawan yang tergabung di group Whatsapp “INFO COVID-19” kontan mempertanyakan ketidaktransparanan pihak Gugus Tugas terkait adanya sejumlah pejabat positif corona tersebut.

Seperti yang dituliskan oleh jurnalis Detik.com, Heri Supandi dalam grup WhatsApp “Info Covid-19”. Ia mempertanyakan pasien positif Covid-19 di jajaran Polda Bengkulu. Apalagi pejabat utama Polda Bengkulu kerap berinteraksi dengan insan pers.

“Pak herwan dan pak jaduliwan, apakah benar jajaran polda ada yang terkonfirmasi, soalnya ini ada kaitannya dengan kami wartawan yang selalu lakukan kontak fisik. Mohonlah ini di jelaskan, katanya ada 8 orang yang tidak di publis,” tulis Heri Supandi.

Pertanyaan itupun langsung ditanggapi jurnalis antarabengkulu.com, Carminanda, bahwa ia mengaku kaget atas kabar tersebut. “Seriuuus, Siapa yang tahu. Tim gugus tugas tahu tidak ya?,” responnya.

Bahkan, Jurnalis RBTV, Aliantoro juga senada mengucapkan kekecewaanya.

“Kacau ini. Kalau tahu siapa yang positif itu, yang pernah kontak bisa ambil sikap, menyendiri atau tidak test dulu. Tapi, kalau tidak dikasih tahu, terus yang kontak tidak tahu juga, terus dia keluyuran, ditambah lagi dengan keluarganya, dan keluarganya terpapar terus maparkan dengan orang lain. Wajar saja, jumlah positif meningkat,” ucap Ali dengan nada kesal.

Keresahan para jurnalis ini semakin kuat, karena mengingat yang positif covid-19 adalah pejabat publik yang kerap berinterkasi dengan jurnalis di Bengkulu.

Tak tanggung-tanggung, para jurnalis untuk meminta untuk dilakukan rapid test hingga swab sekalipun. Itupun sebagai antisipasi dan menutup kecemasan para jurnalis, bahwa mereka tidak terpapar covid-19. Seperti yang dituliskan oleh Yus, jurnalis TVRI.

“Usul pak Kadinkes. Kami minta terkhusus yang pernah interaksi dengan yang bersangkutan positif untuk di rapid sekalian swab agar bisa meyakinkan kami ini baik-baik saja,” tutup Yus.

Untuk diketahui, Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan jika mengungkap identitas orang terinfeksi virus novel corona (Covid-19) tidak bertentangan dengan hukum. Sebab, saat ini telah terjadi pandemi Covid-19 secara global.

Walaupun kerahasiaan data pasien diatur dalam empat undang-undang (UU) Lex Specialis yaitu pertama, pasal 48 UU Praktik Kedokteran, kedua Pasal 57 UU Kesehatan, ketiga diatur pasal 38 UU RS, dan terakhir diatur di pasal 73 UU 36 tetapi peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor 36 tahun 2012 yang menyatakan rahasia medis bisa dibuka atas nama kepentingan umum. Karena itu IDI meminta pemerintah membuka identitas pasien untuk kepentingan umum.(more)