Logo

Sisa Ruang Profesi Wartawan

KEGELISAHAN konstruktif Ganjar Pranowo tentang masa depan media, saya tangkap dari ungkapan-ungkapannya saat menerima audiensi pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jawa Tengah, 2 Januari lalu.

Dia terutama menanyakan, jaminan kesejahteraan seperti apa yang bisa diberikan oleh para pengelola media terhadap manusia profesional wartawan?

Pertanyaan tersebut pernah disampaikan Gubernur Jawa Tengah itu kepada pengurus PWI Pusat dalam sebuah diskusi menjelang Kongres 2018.

Keberpihakan pada masalah ini, menurut dia, perlu menjadi komitmen organisasi profesi dan serikat perusahaan media untuk mendorong terciptanya rasa “aman” bagi wartawan dalam menjalani tugas profesinya. Juga supaya ada standar yang menjauhkan dari pikiran-pikiran yang membuat performa mereka tidak kredibel.

Wacana tentang masa depan profesi wartawan rasanya patut diapungkan sebagai arus diskusi menjelang peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2019 nanti.

Pertanyaan awal, sebagai ungkapan kegelisahan, pernah saya diskusikan dengan Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat, Firdaus Banten dalam sebuah Uji Kompetensi Wartawan (UKW), “Masih cukup berprospekkah profesi dunia jurnalistik dari sisi jaminan ketercukupan ekonomi?”

Tak mudah menjawab gambaran tersebut. Pertama, bagaimanapun media — dengan topangan sumber daya manusia profesi jurnalis — masih harus ada seiring dengan naluri kebutuhan manusia akan informasi.

Kedua, faktanya kini sebagian kebutuhan informasi itu bisa diakses melalui browsing mesin pencari penyedia apa pun info yang dikehendaki. Ketiga, dengan aneka platform media sosial, sekarang “setiap orang bisa menjadi wartawan untuk dirinya sendiri dan orang lain”.

Tiga gambaran itu memang masih menyisakan ruang eksistensial bagi wartawan dengan media arus utamanya, namun apakah cukup memberi garansi keleluasaan ruang kehidupan dari sisi kesejahteraan?

Saya akan secara dini memagari, jangan hanya bicara tentang idealisme. Sikap ini menjadi ruh kehidupan para pemilih profesi wartawan, akan tetapi konteks realitas zaman tidak mungkin menuntut idealisme yang buta akan penopang kredibilitas sikap tersebut.

Ekspresi idealisme hanya akan kredibel manakala seseorang merasa “aman” dalam kebutuhan dasar hidupnya, dan ini adalah opini sepatutnya yang berlaku sekarang. Bagaimanapun, wartawan bukan “pertapa” atau orang yang memilih ber-zuhud dalam hidupnya demi memperjuangkan keyakinan profetik.

Bukankah dunia jurnalistik juga mencatat sejumlah “kisah sukses” wartawan yang bermigrasi menjadi anggota legislatif, kepala daerah, staf ahli pejabat publik, komisioner penyelenggara pemilu, pebisnis non-media, juga ragam pekerjaan lain? Sebagian dari kisah sukses itu, bagaimanapun, mulanya ditopang oleh eksistensi profesi kewartawanan.

Jaminan di Sisa Ruang

Lalu bagaimana memasuki lorong pilihan profetik itu dengan memberikan keyakinan masih ada jaminan sisa ruang hidup?

Dinamika kehidupan manajemen bisnis media — khususnya media cetak dan sebagian online — secara nyata kita lihat sekarang sebagai “jihad” mempertahankan diri.

Pada sisi lain kita juga melihat pelbagai platform media sosial tampak “meriah” dengan promosi produk dan jasa yang seolah-olah mewartakan bahwa iklan-iklan yang hengkang dari media cetak, justru bermigrasi ke media sosial, dan tidak serta merta beralih orientasi sebagai lahan bisnis media online.

Sebenarnya terdapat peluang kalkulasi teknis-kolaboratif yang bisa memberi keuntungan finansial menjanjikan antara media-media digital dengan berbagai platform media sosial. Jadi peluang tetap ada, meskipun model, pola, dan perilaku advertising ini, yang kita tangkap di banyak media online, seperti menomorduakan hakikat nilai berjurnalistik.

Dengan perkembangan bentuk adaptasi sajian iklan itu, apakah produk jurnalistik nantinya akan sepenuhnya terartikulasikan seperti hanya “numpang lewat” menemani ingar-bingar wajah advertisment business?

Pertanyaan lanjutannya, apakah perilaku bermedia pada saatnya memang bakal menomorsekiankan ritus-ritus “spiritualitas jurnalistik”?

Artinya, sikap berjurnalistik kelak akan sekadar menjadi mitos idealistik ketika praktik semesta media lebih tergantung pada “jualan” berbasis klickers (viewers) dengan kiat-kiat pendekatan yang lebih teknis ketimbang mengarusutamakan nilai-nilai berjurnalistik.

Sekarang ini, yang dibutuhkan oleh profesi wartawan adalah pengelaborasian sisa ruang untuk dimasuki dengan membawa keyakinan akan ada prospek kesejahteraan yang bisa diraih. Masalahnya, bagaimana manajemen bisnis media berkreasi memberi jaminan ruang kehidupan profetik sebagai “manusia”, yang bisa dikolaborasikan dengan ruang ekspresi nilai-nilai jurnalistik. Bentuk inilah yang bakal saling menopang mewujudkan “manusia wartawan yang kredibel”.

(Penuli adalah wartawan Suara Merdeka, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah)

Bengkulu – Gubernur Bengkulu Dr. H. Rohidin Mersyah melantik Plt Bupati Bengkulu Selatan Gusnan Mulyadi sebagai Bupati Bengkulu Selatan defenitif, sisa masa jabatan 2016-2021, di Gedung Daerah Balai Raya Semarak Bengkulu, Jum’at (10/5/2019).

Pelantikan dilangsungkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) nomor 131.17-1080 tanggal 3 Mei 2019.

Dalam sambutanya, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah meminta Bupati Gusnan Mulyadi agar dalam menjalankan amanah mewujudkan pembangunan di wilayah Bengkulu Selatan dengan menggerakkan birokrasi secara profesional, mengedepankan integritas dan bersinergi ruang gerak pembangunan dengan provinsi maupun tingkat pusat.

“Selamat kepada Gusnan Mulyadi telah menjabat sebagai Bupati Bengkulu Selatan definitif. Segera bersinergi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, untuk semakin memajukan Bengkulu Selatan,” ujar Gubernur.

Rohidin mengatakan jabatan yang diemban tidaklah ringan. Karena itu dia berpesan agar dapat menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab dan mengedepankan kebersamaan.

“Tentu jabatan ini tidak ringan, karena mengemban amanah sebagai pemimpin di Kabupaten Bengkulu Selatan. Pesan saya agar dapat menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab serta jadikan momentum pelantikan ini untuk membangun semangat baru dan selalu mengendepankan kebersamaan dalam mewujudkan pembangunan di Bengkulu Selatan,” terang Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, usai melantik Bupati Bengkulu Selatan.

Baca juga : Besok Plt Bupati Bengkulu Selatan Dilantik Definitif

Prosesi pelantikan Gusnan Mulyadi sebagai Bupati Bengkulu selatan ini dihadiri, Anggota DPD RI dari Dapil Bengkulu Ahmad Kanedi, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) yang terdiri dari Danrem 041 Gamas, Kapolda Bengkulu, Lanal dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sekda Provinsi Bengkulu Nopian Andusti, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Derta Wahyulin Rohidin, dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemprov Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Selatan, akademisi serta sejumlah tokoh masyarakat.

Pengukuhan Ketua Tim PKK Bengkulu Selatan
Usai pelantikan Bupati Bengkulu Selatan defenitif, dilanjutkan pengukuhan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Bengkulu Selatan Nurmalena Gusnan oleh Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bengkulu Derta Wahyulin Rohidin.

Dikatakan Ketua TP PKK Provinsi Bengkulu Derta Wahyulin Rohidin, dengan telah dilantiknya sebagai Ketua TP PKK Bengkulu Selatan, diharapkan bisa meningkatkan kerjasama dan sinergi mendorong pembangunan pembangunan Bengkulu Selatan dengan 10 Program Unggulan PKK.

“Saya mengharapkan agar program-program TP PKK senantiasa bersinergi dengan program-program pemerintah. Dalam kesempatan ini saya juga mengharapkan kepada Bupati Bengkulu Selatan sebagai Pembina TP PKK Bengkulu Selatan juga dapat memberikan dukungan dan fasilitasi terhadap program-program PKK,” jelas Derta Wahyulin.

Sementara itu, usai pelantikan Bupati dan Ketua TP PKK Bengkulu Selatan di Gedung Daerah Balai Raya Semarak Bengkulu, dilanjutkan Buka Puasa Bersama Organisasi Pemuda, Paskibra, Duta HIV, Putri Pariwisata, Putra Putri Maritim, Bujang Gadis, SANS, Pimpinan Media/Wartawan, LSM dan lainnya.

Editor : Erlan Oktriandi
Penulis : Imam Yusup