Logo

Mengintip Peluang Usaha Rumah Bambu

Mengintip Peluang Usaha Rumah Bambu

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Itulah pepatah yang cocok dialamatkan kepada Arif Rabik, seorang pria keturunan arsitek asal Irlandia dan Madura, Linda Garland. Pada 1976, sang ibu, Linda Garland resmi menjadi warga negara Indonesia (WNI) setelah menikah dengan sang suami, Amir Rabik. Belakangan, Linda adalah seorang wanita yang sukses mengarsiteki beberapa rumah bambu milik pengusaha dunia Richard Branson dan penyanyi legendaris asal Inggris David Bowie.

Bukan hanya itu saja, Linda juga dipercaya untuk mengarsiteki rumah bergaya tradisional Minangkabau untuk sutradara film The Fast and the Furious, Rob Cohen dan istrinya, Barbara. “Dari sanalah saya terinspirasi melanjutkan usaha orang tua,” katanya. Pada 2005, sejak Arif masih duduk di bangku SMA, dia sudah dilibatkan untuk menggarap sebuah proyek bangunan bambu di Portugal. Perlahan tapi pasti, dia kini sudah menjadi pengusaha bambu muda. Tentunya bakat yang dimiliki hasil warisan dari orang tua.

Merasa usaha bambu yang dilakoninya cukup menggiurkan, pada 2006, Arif serius menjalankan bisnis tersebut di bawah PT Indobamboo. Dia sudah menjadi kontraktor bambu untuk berbagai kebutuhan bangunan tradisional. Pada waktu itu saja, Arif berhasil membangun 10 villa di Bali yang terbuat dari bambu terintegrasi.

Arif sadar betul, komoditas bambu ini perlu diselamatkan untuk generasi mendatang. Dia merasa ada hal yang perlu dilakukan untuk mengembangbiakkan bambu. Di situlah dia membuat penelitian tentang cara pengelolaan hutan bambu yang dibantu oleh beberapa koleganya. Selama lima tahun, penelitian itu rampung diselesaikan. Tak hanya sampai di situ. Pria berambut ikal itu juga membuat sekolah bambu non formal yang diajarkan kepada masyarakat Indonesia mulai dari Bali, Sulawesi, Jawa hingga NTT.

Hasil dari penelitian tersebut memang cukup membuahkan hasil. Kini beberapa lahan hutan bambu yang terdapat di beberapa kawasan yang dia bina sudah mulai membaik. Petani bambu kini sudah mulai paham dan mengerti bagaimana cara menanam yang baik, memotong hingga memilih bambu yang berkualitas. Petani sudah banyak yang berinvestasi bambu. Bahkan, ungkap Arif dalam setahun sebagian petani bisa mendapat penghasilan sebesar Rp65 juta.

“Kami di sini lebih memfokuskan kepada jenis bambu Petung Hitam dan bambu tali. Karena kedua jenis itu cukup seksi untuk dijadikan lahan bisnis,” ungkapnya. Bambu memang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi selain tanaman kayu. Melihat potesi inilah Arif semakin mengokohkan pendiriannya menjadikan bambu sebagai lahan bisnis yang harus diperkenalkan kepada masyarakat. Dia mulai menyebarkan virus-virus bisnisnya ke berbagai petani yang dia bina. “Bisnis bambu ini cukup seksi juga sebetulnya jika dikelola dengan baik. Apalagi jika memiliki lahan cukup luas,” ujarnya.

Bambu petung, atau bambu berwarna hitam memang salah satu jenis incaran Arif yang biasa ditarik dari petani bambu. Jenis bambu ini minimal bisa ditebang pada usia 5 tahun dengan pemupukan 3-4 kali setahun. Dalam satu hektare, jenis bambu ini bisa ditanam sebanyak 200 rumpun dengan ukuran batas tanam 10×10 meter dan 15×15 meter setiap rumpunnya. Sementara bambu yang bisa ditebang bisa tembus seharga Rp30.000 per lonjor untuk ukuran bambu 5,5 meter. “Saya per harinya membeli sekitar 200 lonjor dari petani,” ujarnya.

Mohammad Andoko, President Director One Shildt Financial Planning menuturkan investasi di bidang bambu memang unik, akan tetapi setidaknya para investor dalam hal ini petani harus benar-benar memperhitungkan untung ruginya. “Kita lihat dulu sebaiknya hitung-hitungannya seperti apa. Jika misal dalam 5 tahun pertama atau dalam masa tanam tidak ada pemasukan sama sekali, ya harus diperhitungkan juga,” ujarnya.

Namun, lanjutnya jika melihat hitungan yang telah dialami petani sendiri, investasi di bambu cukup menarik dan unik. Pasalnya, melihat dari segi risiko tanaman bambu ini cukup minim dan kecil. Dia menuturkan risiko yang biasa terjadi untuk investasi di sektor tumbuhan adalah faktor alami saja. Tidak jauh beda dengan investasi kayu jati. “Dan keuntungan lain dari investasi tumbuhan berumpun ini bisa menyerap air yang baik untuk lingkungan sekitar,” ungkapnya. (Bisnis.com)