Bengkulu News #KitoNian

Mengenang dalam Satu Waktu

Cerpen

Hari ini langit tampak mendung angin kencang menghempas dedaunan yang berjatuhan di tanah, rintik hujan mulai berjatuhan bagaikan ribuan jarum perlahan namun pasti. Arabelle berlari untuk melindungi diri dari serbuan rerintikan hujan, disatu pohon besar yang telah tua namun teduh.

Arabelle memandang langit memperhatikannya dengan lekat, hujan yang turun dari awan yang tidak dapat menampung lagi.

“Langit masih sama seperti kala itu, sendu.” Bisik Arabelle
Seakan tertarik dalam ingatan beberapa tahun lalu, Arabelle tertegun diam dadanya berdetak kencang. Hari itu dimana Ia bertemu sosok yang merubah hidupnya, ditempat yang sama dan langit yang sama, Arabelle berdiri dibawah pohon tua yang rindang sambil memegang tas ranselnya yang ikut basah oleh guyuran hujan.

Hari itu Arabelle putus asa tidak tau harus berbuat apa setelah diusir dari rumah bibinya, Arabelle hidup dengan bibinya setelah orangtuanya meninggal saat umurnya 8tahun.

Kini ia tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan kuat, dibesarkan oleh bibi yang kejam bagi Arabelle tak masalah asalkan Ia memiliki tempat untuk berteduh. Namun kini setelah usianya beranjak 17thn Ia harus melalui masa itu dengan terpaksa, Arabelle menangis terduduk pada bagian akar pohon tua yang menjalar ke bawah tanah namun kuat. Ia menangis tanpa suara, itu sudah jadi hal biasa baginya menangis tanpa suara. Hari itu langit serasa runtuh tidak ada harapan baginya bagaimana Ia harus memulai hari tanpa adanya tempat berteduh uangpun tak cukup, Arabelle hanya bisa menangis ditemani hujan kala itu.

“Hei kau penunggu pohon ini?” sapa seorang lelaki berbadan tinggi berkulit pucat dengan sekujur tubuh yang basah, Arabelle menegakkan kepalanya menatap lelaki itu lekat.

Mata lelaki itu sendu namun tajam, bibir merahnya yang bergetar karna dingin yang menusuk tubuhnya. Arabelle menghapus air matanya dan menunduk
“bukan” jawab Arabelle

Laki-laki itu ikut duduk diatas akar pohon tua itu,
“ku kira kau penunggunya, kalo begitu tempat ini menjadi milikku.” Ucap lelaki itu
Arabelle hanya memandang lelaki itu

“langit tidak bersahabat kenapa harus hujan disaat seperti ini jahat, membuat orang merasa lebih buruk. Kalau aku langit akan ku ubah menjadi langit yang indah dengan mentari yang bersinar hangat, tak ku biarkan awan gelap menghalangiku.” Gerutu lelaki itu Arabelle memandang lelaki itu tenggelam dalam setiap kata yang diucapkan seolah lelaki itu mengerti apa yang Ia alami. Arabelle tersenyum tipis

“coba saja jadi langit jika kau bisa membuatnya seindah itu dan aku akan menjadi penggemar pertamamu sebagai langit.” Kata Arabelle

Lelaki itu melihat ke arah Arabelle melihat matanya dengan seksamana begitu dalam, seolah ingin mengerti apa yang sedang dialami gadis cantik berambut pendek sebahu itu.

Waktu berlalu dengan cepat dua remaja yang berteduh dibawah pohon tua, hujan mulai reda terlihat cahaya pelangi indah mewarnai langit. Laki-laki itu berdiri tegak merenggangkan anggota tubuhnya, bersiap untuk beranjak pergi
“kalau aku jadi langit, kau cukup jadi pelangi yang indah setelah hujan maka langit akan tetap terlihat indah.” Ucap lelaki itu

Ia berjalan meninggalkan Arabelle, Arabelle memandangnya yang perlahan mulai menjauh. Tiba-tiba laki-laki itu berhenti dan berbalik badan
“Eden, namaku Eden.” Teriaknya dari jauh
“Arabelle, itu namaku.” Teriak Arabelle

Lalu laki-laki itu tersenyum sambil melambaikan tangan lalu pergi. Arabelle kembali menatap langit sepertinya Ia sudah menemukan jalan untuk Ia bangkit. Hari itu dimana pertama kali Arabelle dapat tersenyum dan mendapatkan jalan bagaimana Ia harus melangkah.

Bersambung…

Baca Juga
Tinggalkan komen